Rakyat Marah!

Rakyat boleh marah?, Marah, ada yang benar dan ada yang tidak dibenarkan. Semua itu tergantung alasan dan cara marahnya. Simak artikel berikut!

Da'i Ambassador

Marah, ada yang benar dan ada yang tidak dibenarkan. Semua itu tergantung alasan dan cara marahnya. Marah ada yang terkendali dan ada juga yang liar. 

Pemicu kemarahan tentu beragam. Ada orang yang marah karena dirinya merasa dihinakan, ditindas, atau direndahkan. Ada juga orang yang marah karena merasa tersaingi, kalah, atau juga keinginannya tidak tercapai setelah mengerahkan segala kemampuannya.

Pemicu-pemicu yang telah disebutkan diatas, biasanya dialami oleh individu, kelompok atau komunitas yang tidak mewakili mayoritas. Yang penulis maksudkan mayoritas disini adalah penduduk suatu negara atau masyarakat. Pemicu kemarahan masyarakat, tentu bisa kita “amini” karena kemarahan ini bukanlah bersifat individu yang masih diperdebatkan kewajarannya.

Lalu apa pemicu kemarahan masyarakat atau warga negara? Jawabannya mudah sekali, yaitu kezaliman atau ketidakadilan para pemimpin negara.

Para pemimpin yang dulunya “mengemis” suara rakyat ketika pemilu, banyak menjanjikan harapan nan indah jika mereka menang pemilu. Walhasil, para pemilik hak suara mempercayakan suara mereka dengan harapan agar para “pengemis” itu benar-benar mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Agar tidak rancu memahami “pengemis” dalam tulisan kali ini, kita sepakat bahwa yang dimaksud adalah “oknum” bermuka tembok.

Tapi sayangnya, harapan tinggallah harapan, masyarakat seakan dipaksa untuk menikmati peribahasa “harapan setinggi langit, jatuhnya ke tanah”. Para pengemis suara itu justru dirasa bertolak belakang dengan janji manis mereka. 

Berdasarkan isu yang berkembang di media sosial, beberapa kemarahan dan kekecewaan masyarakat  mereka terhadap para pengemis suara, diantaranya adalah:

Pertama, Kehilangan Kepercayaan Publik.

Banyak warga negara yang merasa bahwa DPR saat ini tidak lagi menjadi wakil yang efektif dari aspirasi rakyat. Keputusan-keputusan yang diambil dianggap lebih berpihak kepada kepentingan politik atau golongan tertentu, daripada memperjuangkan kepentingan mayoritas rakyat.

Kedua, Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR atau pengaturan anggaran yang tidak transparan membuat banyak masyarakat merasa bahwa DPR telah gagal menjalankan tugasnya dengan jujur dan adil. Kepercayaan terhadap integritas lembaga ini sangat tergerus.

Ketiga, Pengesahan Undang-Undang yang Kontroversial.

Pengesahan undang-undang yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat, seperti Omnibus Law, yang dianggap mengurangi hak-hak pekerja, atau kebijakan-kebijakan lain yang memicu protes besar-besaran dari masyarakat, semakin memperburuk citra DPR.

Keempat, Ketidakmampuan dalam Menyelesaikan Masalah Rakyat

Banyak masalah mendasar yang dihadapi rakyat, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial, tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari DPR. DPR dianggap lebih fokus pada isu-isu yang tidak relevan dengan kebutuhan mendasar rakyat.

Kelima, Gaji dan Tunjangan yang Tidak Proporsional

Gaji dan tunjangan yang diterima oleh anggota DPR yang dianggap terlalu tinggi, sementara sebagian besar rakyat hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit, menyebabkan kemarahan dan kekecewaan. Banyak orang merasa bahwa anggota DPR lebih mementingkan kesejahteraan pribadi daripada kepentingan rakyat.

Keenam, Penyalahgunaan Jabatan untuk Kepentingan Pribadi. 

Tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa anggota DPR lebih banyak menggunakan jabatan mereka untuk kepentingan pribadi, seperti meloloskan proyek-proyek yang menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya, sering kali menimbulkan kekecewaan dan memperburuk citra lembaga ini.

Ketujuh, Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Proses Legislatif

Beberapa kebijakan yang diambil oleh DPR sering dianggap tidak mendemonstrasikan demokrasi yang sehat. Pembentukan kebijakan yang tidak transparan dan minimnya partisipasi publik dalam proses legislasi sering kali dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

Kedelapan, Lambannya Tindakan terhadap Isu-Isu Krusial.

Beberapa pihak berpendapat bahwa DPR gagal cepat tanggap terhadap isu-isu mendesak yang dihadapi rakyat, seperti krisis kesehatan, ketidakadilan sosial, atau penanganan bencana alam. Lambannya respons terhadap masalah besar ini menyebabkan masyarakat merasa bahwa DPR tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

“Kemarahan Sosial” ini diluapkan dengan demo besar-besaran dimana-mana. Namanya juga demo, ada saja provokatornya. Demo yang sejatinya merupakan hak masyarakat dan dilindungi undang-undang dan diharapkan berjalan dengan tertib dan kondusif, biasanya berujung ricuh. 

Biasanya, bentuk kericuhan kasat mata adalah bentrokan yang terjadi antara demonstran dan aparat kepolisian. Jika sudah begitu, kesan yang timbul adalah “adu domba anak bangsa” yang terjadi akibat ulah para pengemis suara tadi. Jika demonstrasi berjilid-jilid terus berlanjut, negara berpotensi chaos dan tentunya terjadi kekacauan dalam skala besar.

Tulisan ini bukan menggiring opini agar masyarakat pro kepada salah satu pihak, baik demonstran atau aparat. Tulisan ini hanya fokus kepada pemicu kemarahan publik. Jika dikerucutkan, kemarahan tersebut disebabkan karena sikap “ketidakadilan” para pengemis suara yang ditontonkan kepada publik.

Dengan demikian, ketidakadilan atau kezaliman itu terbukti berbahaya. Oleh sebab itu, Allah sangat mewanti-wanti agar kita, para hamba-Nya hendaklah berlaku adil kapan dan dimana saja. Bahkan, dikarenakan  sangat pentingnya berbuat adil, Allah menegaskan agar kita istiqomah berlaku adil terhadap musuh sekalipun. Berikut pesan Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S: Al-Maidah: 8).

Sekali lagi, adil itu harga mati bagi siapa saja, terlebih lagi bagi setiap individu yang mengaku Islam. Didiklah anak-anak kita agar selalu berlaku adil sejak dini. Karena mendidik, maka mau tidak mau, kita sebagai pendidik haris terlebih dahulu menjadi contoh bagi anak-anak kta. Berlakulah adil, minimal dalam lingkungan keluarga terlebih dahulu.

Wallahu A’lam.

Foto : Freepik

Bagikan Konten Melalui :